Friday, February 5, 2021

SERUAN PAPUA MERDEKA WAJIB HUKUM

 Artikel ini ditulis oleh admin sendiri 


ABSTRAK

Papua Merdeka adalah merupakan seruan yang berkewajiban bagi setiap suku bangsa yang datang mendiami dan menikmati hidup di Tanah Papua tanpa membeda-bedakan SARA diantara kita. Papua merdeka diikuti oleh kekuatan suku bangsa dan letak geografis yang didukung oleh kekuatan kepadatan penduduk maupun kekayaan SDA. Perjuangan Papua merdeka bukan lagi hal baru, hanya menuntut untuk adanya pengakuan atas manipulasi ANTEA dan gerakan TERIKORA yang membubarkan kemerdekaan Papua dengan istilah "bubarkan negara boneka buatan Belanda" kata Resim Suharto.

KATA KUNCI: Seruan, Papua, Merdeka, Hukum

PENDAHULUAN

Papua merdeka banyak pakar memiliki asumsi yang berbeda, seorang teolog berbicara dari segi kemerdekaan rohani, seorang wirausahawan berbicara dari sudut pandang kemerdekaan dalam hal persaingan ekonomi (investasi), seorang hukum atau aktivis HAM berbicara dari kemerdekaan dengan keadilan hukum dan hak-hak dasar masyarakat Papua itu sendiri, seorang antropolog berbicara dari perbedaan suku bangsa yang didalamnya ada bangsa dan  ras membentuk, dls.

PEMBAHASAN

Tema artikel hari ini "SERUAN PAPUA MERDEKA WAJIB HUKUM" yang didorong oleh semangat PI di Tanah Papua yang ke 166 tahun dan di dorong pula oleh renungan yang disampaikan pelayan ibadah pada HUT PI di Tanah Papua salah satu Pdt Jemaat. Bahwasanya dalam renungan yang disampaikan pada kesempatan ibadah HUT PI ke 166 tahun ini mengindikasikan bahwa Mahasiswa STT suka bicara Papua Merdeka dan ia bangga dengan kehadiran otonomi Khusus Papua UU No. 21 tahun 2001 yang membangun gedung-gedung ibadah yang begitu mewah dan megah. 

Ketika saya mendengar kotbah itu dan pantau kiri kanan dan depan belakang, kebetulan saya ambil posisi sayap kanan kursi agak depan setelah dua bangku, salah satu jemaat yang saya hadir dan mengikuti ibadah ini yang hadir hanya kurang/lebih 4/6% antara Amber dan Papua dan ini amat kecil sekali. Gedung gerejanya begitu permanen, megah, dan sayangnya hanya sebagian besar kursi kosong.

Saya mulai bertanya-tanya apalah arti kebanggaan kita akan kemegahan gedung tanpa dipenuhi umat didalam gedung tersebut? Saya mulai membisik kepada kawan saya yang bersama-sama menghadiri ibadah HUT PI yang ke 166 tahun ini dan saya berkata untungnya ini dalam ranah kotbah bukan diskusi atau seminar. Kalau-kalau ini ruang diskusi atau seminar mumpung bertanya sebab psykology  saya amat terganggu sebagai mahasiswa STFT GKI I. S. KIJNE.

Memang saya sangat-sangat terganggu atas renungan itu. Survei kita bisa menunjukan seberapa besar orang Papua hidup berdomisili di kota dan seberapa besar yang hadir dalam setiap ibadah di setiap gedung-gedung gereja yang Mega itu? Kita juga bisa menunjukan survei digereja-yang ada dipinggiran kota dan membuat perbandingan. Lalu kita juga GKI di Tanah Papua sebagai gereja perintisan PI di Papua melihat jumlah jiwanya dalam dua kelompok terbesar sebagai GKI yang Am dan Oikumene. 

PENUTUP


No comments:

Post a Comment